faktor cuaca dan iklim turut menentukan pada pekerjaan konstruksi karena
SEKSIIV-A-1-g PEKERJAAN ASPHALT CONCRETE (AC) 3-6. 1. Lingkup Pekerjaan Pekerjaan yang tercakup dalam pasal ini terdiri dari penyediaan pekerjaan asphalt. mixing plant, equipment dengan material serta pelaksanaan pekerjaan yang berhubungan dengan pemasangan dan penghamparan lapisan aspal hotmix sesuai dengan tebal lapisan sesuai dengan gambar
Indonesiamerupakan pengguna energi terbesar, yaitu lebih dari 36 persen penggunaan energi primer di Asia Tenggara. Antara tahun 2000 dan 2015, produk domestik bruto (PDB) Indonesia bertambah dua kali lipat dan kebutuhan listrik meningkat 150 persen. Pertumbuhan ekonomi mendorong kebutuhan energi Indonesia.
PENDIDIKANFISIKA LINGKUNGAN 33. Bahaya yang ditimbulkan oleh letusan gunung berapi antara lain. berupa: 1) Hujan abu vulkanik, menyebabkan gangguan pernafasan. 2) Lava panas, merusak, dan mematikan apa pun yang dilalui. 3) Awan panas, dapat mematikan makhluk hidup yang dilalui. 4) Gas yang mengandung racun.
Aspekiklim dan lingkungan merupakan arsitektur (Amos Rapoport, 1969). Secara garis besar iklim dibagi atas 2 (dua) jenis, yakni iklim makro dan iklim mikro. Iklim makro adalah suatu kondisi iklim pada suatu tempat tertentu yang memiliki area cakupan yang luas dengan kata lain berhubungan dengan atmosfer.
Telp 021 – 641 1624. Email: sales@bevananda.com. Kunjungi juga marketplace Bevananda seperti tokopedia dan indotrading, untuk mencari produk-produk kawat pagar lainnya yang berkualitas dan sudah memiliki SNI. Atau bisa juga mengunjungi instagram Bevananda di @bevanandamustika. Baca juga : Pagar HSS VS Pagar BRC.
Hủy Hợp Đồng Vay Tiền Online. Accidents in construction project often occur, especially in the construction world. Safety climate plays an important role in the success of a project. By using a literature study, this article aims to find out what factors affect climate. This study uses 14 journals and consists of 17 articles that focus on the climate of work safety. The results showed that 13 factors were generated which were categorized into physical and non-physical. Physical factors that influence are physical fatigues, low adaptability, motor skills, leadership management, systematic work preparation, safety behaviour and injuries. Meanwhile, non-physical consisted of 5 factors organizational climate, emotional stress, psychological conflict, personality, intelligence and motivation, psychosocial conditions. For further research, factor analysis will be carried out regarding the factors that have been found by surveying construction workers in Indonesia. The association of these factors with the safety climate can also be found. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Studi Faktor Pengaruh Iklim Keselamatan Kerja dalam Proyek Konstruksi Diah Listyaningsih1*, Feri Harianto1, Rahma Saraswati1 1Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya Email *diahlistya Abstract Accidents in construction project often occur, especially in the construction world. Safety climate plays an important role in the success of a project. By using a literature study, this article aims to find out what factors affect climate. This study uses 14 journals and consists of 17 articles that focus on the climate of work safety. The results showed that 13 factors were generated which were categorized into physical and non-physical. Physical factors that influence are physical fatigues, low adaptability, motor skills, leadership management, systematic work preparation, safety behaviour and injuries. Meanwhile, non-physical consisted of 5 factors organizational climate, emotional stress, psychological conflict, personality, intelligence and motivation, psychosocial conditions. For further research, factor analysis will be carried out regarding the factors that have been found by surveying construction workers in Indonesia. The association of these factors with the safety climate can also be found. Keywords Construction, Occupational Health and Safety, Safety climate Abstrak Kecelakaan kerja sering terjadi terutama di dunia konstruksi. Iklim Keselamatan Kerja berperan pernting terhadap keberhasilah suatu proyek. Dengan menggunakan studi literatur, artikel ini bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap iklim Dalam penelitian ini digunakan metode studi literatur. Penelitian ini menggunakan 14 jurnal dan terdiri dari 17 artikel yang berfokus pada Iklim Keselamatan Kerja. Hasilnya didapatkan 13 faktor yang dihasilkan yang dikategorikan menjadi fisik dan non fisik. Faktor fisik yang mempengaruhi adalah korban, rendahnya kemampuan beradaptasi, keterampilan motoris, manajemen kepemimpinan, persiapan Kerja yang sistematis, perilaku keselamatan dan cedera. Sedangkan untuk non fisik terdiri dari 5 faktor iklim organisasi, tekanan emosi, konflik kejiwaan, kepribadian, intelegensi dan motivasi, kondisi psikososial. Untuk penelitian selanjutnya akan dilakukan analisis faktor mengenai faktor-faktor yang sudah ditemukan dengan melakukan survei pekerja Konstruksi di Indonesia. Hubungan mengenai faktor tersebut dengan iklim keselamatan juga dapat ditemukan. Keywords Iklim Keselamatan Kerja, K3, Konstruksi 1. Pendahuluan Sektor Konstruksi mempunyai risiko tinggi dalam kecelakanan pada tahap pelaksanaannya. Beberapa perusahaan yang tidak menerapkan sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja K3 disebabkan karena sebagian besar pelaku konstruksi masih berfikir bahwa K3 akan meningkatkan biaya proyek konstruksi. Iklim Keselamatan Kerja mempengaruhi pengetahuan, motivasi, kepatuhan dan partisipasi individu [1]. Selain itu, iklim keselamatan kerja dan kepribadian big five juga berpengaruh terhadap perilaku keselamatan karyawan [2]. Kecelakaan kerja memiliki korban jiwa yang signifikan dan berdampak negatif terhadap beberapa sub bidang dalam Konstruksi, seperti produktivitas perusahaan, keuangan, dan lain-lain. Studi yang bertujuan untuk mengeksplorasi pengaruh interaksi manajemen keselamatan dan penyebab iklim keselamatan terhadap kinerja Keselamatan dilakukan dengan menguji model yang diusulkan menggunakan kuadrat terkecil parsial [3]. Temuan menunjukkan bahwa sistem manajemen keselamatan memiliki efek positif pada kinerja keselamatan. Selanjutnya, interaksi insentif keselamatan, keterlibatan subkontraktor, dan akuntabilitas keselamatan dengan sistem manajemen keselamatan memiliki efek positif yang signifikan terhadap kinerja keselamatan. Oleh karena itu, agar berhasil menerapkan sistem 140 Jurnal Teknik Sipil, Vol 1, No 2, November 2020 139–144 manajemen keselamatan dan meningkatkan kinerja keselamatan, perusahaan konstruksi perlu memberikan insentif keselamatan dan menghubungkannya ke semua aspek sistem manajemen keselamatan mereka, melibatkan subkontraktor dalam pertemuan dan pelatihan keselamatan, serta memberikan tanggung jawab dan wewenang kepada siapa pun yang terlibat. dalam pelaksanaan proyek konstruksi. Iklim Keselamatan berpengaruh terhadap perilaku risiko dimana ketika tekanan produksi rendah, maka pengaruh komitmen manajemen terhadap keselamatan perilaku berisiko rendah begitu juga sebaliknya [5]. Temuan ini menyoroti pentingnya komitmen manajerial yang merupakan dimensi dalam iklim Keselamatan dalam konteks di mana karyawan mengalami ketegangan antara tenggat waktu produksi dan prosedur Keselamatan. Iklim Keselamatan kerja sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah tekanan emosi, kelelahan fisik, konflik kejiwaan, kurangnya kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan, kepribadian, intelegensi dan motivasi serta kurangnya keterampilan sensoris dan motoris [6]. Dengan mengeksplore sebuah model, ditemukan bahwa iklim Keselamatan Kerja dipengaruhi oleh keamanan kepemimpinan dan iklim Keselamatan Kerja sendiri mempengaruhi motivasi Keselamatan Kerja [9]. Iklim Keselamatan Kerja dan pengalaman personal berpengaruh juga terhadap kepatuhan pada peraturan Keselamatan [10]. Dalam penelitian lain disebutkan bahwa peranan seorang pemimpin seperti supervisor atau mandor sangat berpengaruh terhadap iklim Keselamatan Kerja [11]. Dengan melakukan survei kepada serratus empat belas bekerja dari sembilan kontraktor yang berbeda, menunjukkan tingkat iklim Keselamatan Kerja tingkat grup yang unik. Hasilnya menunjukkan behwa personil baik supervisor maupun mandor memainkan peranan penting dalam membentuk kinerja Keselamatan pada kelompok Kerja subkontrak. Sejalan dengan penelitian Lingard, pengaruh pemimpin melalui gaya kepemimpinannya memiliki hubungan signifikan dengan partisipasi [12]. Pemimpin dapat mendorong partisipasi Keselamatan dengan menggunakan taktik mempengaruhi, berargumen secara rasional, terlibat dalam pengambilan keputusan dan membangkitkan rasa antusiasme untuk Keselamatan. Dalam melakukan pekerjaan Konstruksi tentunya harus ada persiapan yang sangat matang. Dalam siklus hidup proyek disebutkan bahwa siklus hidup proyek mempunyai empat tahap, yaitu defining, planning, excecuting dan closing [13]. Setiap tahapnya harus dipersiapkan dengan baik, karena akan selalu ada pengontrolan atau evaluasi. Rapat persiapan Kerja bisa dilakukan secara berkala, ataupun pada waktu tertentu saat diskusi dan pertemuan dibutuhkan. Misalnya saja pada morning safety talk, biasanya dilakukan di pagi hari sebelum memulai pekerjaan. Begitu juga dengan rapat persiapan pekerjaan yang lain ataupun rapat kemajuan pekerjaan. Rapat persiapan Kerja tersebut diharapkan memiliki efek positif pada nilai Keselamatan di tempat Kerja. Akan tetapi, berlawanan dengan ekspektasi, penelitian yang dilakukan pada enam lokasi Konstruksi besar menghasilkan adanya penurunan Keselamatan Kerja [14]. Seringnya pertemuan Kerja memang sering dapat mendiskusikan beberapa masalah terkait iklim Keselamatan, akan tetapi tergantung bagaimana pertemuan ini dilakukan dan prioritas apa yang disampaikan. Pertemuan tidak selalu membahas hal atau masalah secara efektif, tetapi terkadang juga sering terjadi pembahasan lain di luar permasalahan inti. Hal tersebutlah yang menyebabkan pertemuan tidak memberi pengaruh positif terhadap Keselamatan Kerja. Studi lain membandingkan dan mengukur iklim keselamatan di fasilitas manufaktur kinerja keselamatan tinggi vs. kinerja keselamatan rendah untuk mengidentifikasi area yang paling berdampak untuk mengurangi atau mencegah cedera di tempat kerja. Untuk mencapai tujuan studi, digunakan Kuesioner Iklim Keselamatan Nordik NOSACQ-50 yang terdiri dari 50 item di tujuh dimensi. Sebanyak 116 karyawan operasional di pabrik kertas laminasi di Amerika Serikat dan memiliki struktur operasi yang sama menyelesaikan survei. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang besar pada skor total. Situs berkinerja tinggi memiliki skor NOSACQ-50 yang jauh lebih tinggi daripada situs berkinerja buruk di semua dimensi yaitu pada tiga area fokus komitmen, keterlibatan, dan akuntabilitas [16]. Konseptual model untuk iklim Keselamatan psikologi sendiri sudah dikembangkan dengan melihat perspektif struktural, perseptual, interaktif, dan budaya [17]. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian yang berhubungan dengan perilaku keselamatan kerja pada proyek konstruksi. Listyaningsih Faktor Pengaruh Iklim Keselamatan Kerja dalam proyek Konstruksi Studi Literatur 141 2. Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur dengan menggunakan 14 jurnal yang berfokus pada Iklim Keselamatan Kerja, diantaranya International Journal of Project Management, Risk Analysis, Accident Analysis and Prevention, Industrial and Systems Engineering Review, Journal of applied social psychology, Individual Behaviour, Jurnal Psikologi, Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, Jurnal Manajemen Teknologi, Jurnal Psikologi Mandiri, Safety Science, Children and Youth Services Review, dan Insight Ada tiga tahap yang akan digunakan dalam pemilihan jurnal 1 penggunaan kata kunci, yaitu iklim Keselamatan Kerja dan safety climate; 2 memilih artikel yang berhubungan dengan judul yang dibahas; 3 studi literatur dan mencari faktor yang berpengaruh. Dalam pencarian jurnal, beberapa database yang digunakan antara lain Google Scholar, Science Direct dan researchgate. Tahapan dalam penulisan ini digambarkan pada gambar 1. Gambar 1. Proses literatur review Dari beberapa jurnal tersebut akan dilakukan pemetaan beberapa artikel. Dengan beberapa jurnal dicari kata kunci yang berhubungan dengan Iklim Keselamatan Kerja dan K3. Tabel 1 menampilkan hasil pencarian artikel dalam beberapa jurnal. 3. Hasil dan Pembahasan Dari beberapa artikel yang terpilih, ada beberapa faktor yang berhubungan dengan iklim Keselamatan Kerja seperti ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 1. Hasil pencarian artikel Construction Management and Economics International Journal of Project Management Accident Analysis and Prevention Industrial and Systems Engineering Review Journal of applied social psychology 142 Jurnal Teknik Sipil, Vol 1, No 2, November 2020 139–144 Jurnal Psikologi Teori dan Terapan Jurnal Manajemen Teknologi Children and Youth Services Review Tabel 2. Faktor faktor yang mempengaruhi iklim Keselamatan Kerja Widyastuti dan Aini 2014 Widyastuti dan Aini 2014 Widyastuti dan Aini 2014 Kurangnya kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan Widyastuti dan Aini 2014 Widyastuti dan Aini 2014 Widyastuti dan Aini 2014; Huda dkk 2016 Kurangnya keterampilan sensoris dan motoris Widyastuti dan Aini 2014 Huda dkk 2016, Lingard dkk. 2010; Clarke dan Ward 2006; Petitta 2017 Persiapan kerja yang sistematis Pousette dan Torner 2016 Pousette dan Torner 2013 Pousette dan Torner 2013 Faktor Fisik Efek moderat lintas level dari individu ke organisasi dari iklim keselamatan dibatasi oleh dimensi budaya keselamatan tertentu, sehingga iklim keselamatan memoderasi hubungan kepatuhan penegakan pengawas hanya di bawah dimensi budaya. Selain itu, dimensi budaya otokrasi dan birokrasi melemahkan hubungan antara penegakan pengawas dan kepatuhan. Hubungan yang kompleks antara budaya keselamatan organisasi dan iklim keselamatan, menunjukkan bahwa organisasi dengan budaya keselamatan tertentu mungkin lebih mungkin untuk mengembangkan iklim keselamatan yang lebih atau kurang positif. Selain itu, kepatuhan keselamatan karyawan adalah fungsi dari kepemimpinan keselamatan pengawas, serta dimensi iklim keselamatan dan budaya keselamatan yang lazim dalam organisasi [4]. Faktor Non Fisik Pengaruh iklim organisasi secara umum pada kinerja keselamatan dimediasi oleh iklim keselamatan, sedangkan iklim keselamatan berpengaruh pada Keselamatan kinerja sebagian dimediasi oleh pengetahuan dan motivasi Keselamatan [1]. Iklim organisasi berhubungan dengan tingkat kepuasan pekerja sehingga mempengaruhi Kerja pekerja dan pekerja untuk stay di dalam suatu perusahaan [18]. Hubungan sebab dan akibat antara kondisi psikososial, iklim keselamatan, dan perilaku Keselamatan diteliti melalui pengumpulan kuesioner dari 289 karyawan di 43 unit pada empat kesempatan selama 21 bulan pembangunan terowongan jalan. Data dianalisis menggunakan dua pendekatan untuk perubahan pemodelan, yaitu model variabel laten autoregresif dan model kurva pertumbuhan multi-level. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi individu tentang iklim keselamatan memberikan efek kausal pada perilaku keselamatan individu, tetapi terdapat juga hubungan terbalik, di mana perilaku keselamatan mempengaruhi iklim keselamatan. Selain itu, persepsi rata-rata Listyaningsih Faktor Pengaruh Iklim Keselamatan Kerja dalam proyek Konstruksi Studi Literatur 143 unit kerja tentang iklim keselamatan memprediksi pertumbuhan perilaku keselamatan individu tetapi pengaruh ini dimediasi oleh persepsi individu tentang iklim keselamatan. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa kondisi psikososial yang mendukung dalam suatu organisasi mempengaruhi persepsi keselamatan individu tetapi tidak berdampak pada perilaku Keselamatan [15]. Penelitian mengenai cedera dalam bekerja diteliti dan dihasilkan hubungan kuat dengan iklim Keselamatan [7]. Cedera dapat terjadi karena kurangnya kesadaran akan perilaku K3 maupun karena kelelahan psikologi dan fisik. Semakin positif persepsi karyawan terhadap iklim Keselamatan, maka semakin tinggi tingkat kepatuhan karyawan terhadap peraturan Keselamatan Kerja yang ada [8]. 4. Kesimpulan Hasil dari studi adalah terdapat 13 faktor yang ditemukan mempengaruhi iklim Keselamatan Kerja, baik yang berpengaruh positif maupun negatif, dan berpengaruh besar maupun kecil. Kemudian faktor-faktor tersebut dikategorikan lagi ke dalam kategori fisik dan non fisik. Sehingga, dapat diketahui bahwa faktor fisik yang mempengaruhi adalah kelelahan, rendahnya kemampuan beradaptasi, keterampilan sensoris motoris, keamanan kepemimpinan, persiapan Kerja yang sistematis, perilaku Keselamatan dan injury. Sedangkan, untuk non fisik terdiri dari 5 faktor iklim organisasi, tekanan emosi, konflik kejiwaan, kepribadian, intelegensi dan motivasi, kondisi psikososial. Untuk penelitian selanjutnya akan dilakukan analisis faktor mengenai faktor-faktor yang sudah ditemukan dengan melakukan survei ke pekerja Konstruksi di Indonesia. Hubungan mengenai faktor tersebut dengan iklim Keselamatan juga dapat ditemukan. Referensi [1] A. Neal, M. A. Gri, and P. M. Hart, “Neal 2000 SafetySci org climate impact on behav!,” J. Individ. Behav., vol. 34, no. 1, pp. 99–109, 2000. [2] P. Prabarini and F. Suhariadi, “Iklim Keselamatan Kerja dan Big Five Personality Sebagai Prediktor Perilaku Keselamatan Karyawan,” J. Psikol. Teor. dan Terap., vol. 9, no. 1, p. 1, 2018, doi [3] N. K. Kim, N. F. A. Rahim, M. Iranmanesh, and B. Foroughi, “The role of the safety climate in the successful implementation of safety management systems,” Saf. Sci., vol. 118, no. September 2018, pp. 48–56, 2019, doi [4] L. Petitta, T. M. Probst, C. Barbaranelli, and V. Ghezzi, “Disentangling the roles of safety climate and safety culture Multi-level effects on the relationship between supervisor enforcement and safety compliance,” Accid. Anal. Prev., vol. 99, pp. 77–89, 2017, doi [5] J. Bosak, W. J. Coetsee, and S. J. Cullinane, “Safety climate dimensions as predictors for risk behavior,” Accid. Anal. Prev., vol. 55, pp. 256–264, 2013, doi [6] Widyastuti and Aini, “Hubungan antara Iklim Keselamatan Kerja terhadap perilaku berbahaya pada karyawan HUBUNGAN Produksi PT. Perkebunan Nusantara XI Persero PG. Djatirto,” Insight, vol. 10, no. 1, pp. 87–101, 2014. [7] J. M. Beus, S. C. Payne, M. E. Bergman, and W. Arthur, “Safety climate and injuries An examination of theoretical and empirical relationships,” J. Appl. Psychol., vol. 95, no. 4, pp. 713–727, 2010, doi [8] R. E. Sari, “Kepatuhan Peraturan Keselamatan Kerja Sebagai Mediator Pengaruh Iklim Keselamatan Kerja Terhadap Kecenderungan Mengalami Kecelakaan Kerja,” J. Psikol. Mandiri, pp. 81–90, 2014. [9] U. F. Huda, A. Sukmawati, and I. M. Sumertajaya, “Model Perilaku Keselamatan Kerja Karyawan pada Industri Berisiko Tinggi,” J. Manaj. Teknol., vol. 15, no. 1, pp. 51–66, 2016, doi [10] Prihatiningsih and Sugiyanto, “Pengaruh Iklim Keselamatan dan Pengalaman Personal terhadap Kepatuhan pada Peraturan Keselamatan Pekerja konstruksi,” Pengaruh Iklim Keselam. dan Pengalaman Pers. terhadap Kepatuhan pada Peratur. Keselam. Pekerja Konstr., vol. 37, no. 1, pp. 82–93, 2015, doi 144 Jurnal Teknik Sipil, Vol 1, No 2, November 2020 139–144 [11] H. C. Lingard, T. Cooke, and N. Blismas, “Safety climate in conditions of construction subcontracting A multi-level analysis,” Constr. Manag. Econ., vol. 28, no. 8, pp. 813–825, 2010, doi [12] S. Clarke and K. Ward, “The role of leader influence tactics and safety climate in engaging employees’ safety participation,” Risk Anal., vol. 26, no. 5, pp. 1175–1185, 2006, doi [13] Includes the standard for project management. 2017. [14] A. Pousette and M. Törner, “Effects of systematic work preparation meetings on safety climate and psychosocial conditions in the construction industry,” Constr. Manag. Econ., vol. 34, no. 6, pp. 355–365, 2016, doi [15] S. L. Tholén, A. Pousette, and M. Törner, “Causal relations between psychosocial conditions, safety climate and safety behaviour - A multi-level investigation,” Saf. Sci., vol. 55, pp. 62–69, 2013, doi [16] B. Baertschi, S. D. Choi, and K. Ahn, “Safety Climate as an Indicator and Predictor of Safety Performance A Case Study,” Ind. Syst. Eng. Rev., vol. 6, no. 1, pp. 1–9, 2018, doi [17] Y. Shen, M. M. Tuuli, B. Xia, T. Y. Koh, and S. Rowlinson, “Toward a model for forming psychological safety climate in construction project management,” Int. J. Proj. Manag., vol. 33, no. 1, pp. 223–235, 2015, doi [18] Y. Li, H. Huang, and Y. Y. Chen, “Organizational climate, job satisfaction, and turnover in voluntary child welfare workers,” Child. Youth Serv. Rev., vol. 119, p. 105640, 2020, doi ResearchGate has not been able to resolve any citations for this among the child welfare workforce has been linked to workforce demographics, individual-level work attitudes, and organizational conditions. It is relatively understudied how organizational and individual factors may be related to each other in predicting turnover among the voluntary private, non-profit child welfare workforce. The main purpose of this study was to investigate the indirect effects of organizational climate on turnover through voluntary child welfare workers’ job satisfaction. The sample consisted of 849 direct care and clinical workers in 13 voluntary agencies under contract with the public child welfare system in a northeastern state in the United States. Paper-and-pencil surveys were sent out to the agencies. Structural equation modeling was used to examine the relationship between organizational climate, job satisfaction, and turnover intentions. To examine the indirect effects of interest, bias-corrected and accelerated bootstrap confidence intervals based on 20,000 replications were obtained. Results suggested that the effect of organizational climate on intent to leave the agency was fully mediated by job satisfaction β = SE = 95% CI = [− − while its effect on intent to stay in child welfare was partially mediated β = SE = 95% CI = [ Voluntary child welfare agencies should consider redirecting their resources and focus on how their efforts into organizational changes may impact workers’ job satisfaction in pay, benefits, and promotion opportunities. Given that job satisfaction has a more immediate effect on turnover, it is worth investing in programs specifically designed to enhance job satisfaction. Limitations of our study and directions for future research are accident rate in Indonesia is still high and likely to increase each year. The most dominant factor which causes accidents to happen in high-risk industries is because of the low behaviour of the workers' safety work. The research was conducted on the employees of LPG Bulk Filling Station SPBE in Bogor Region. The aim of this research is conducted to develop a model of the worker's safety behavior on high-risk industries. Some of the factors that have an influence on the safety behavior, among others safety leadership style, safety climate, job satisfaction, fatigue, and safety motivation. The population of this research is all employees of SPBE ini Bogor region. The samples were taken by using multy stage cluster random sampling technique with two stages. The first stage, SPBE separated by location, and the second, employees is separated by working environment; office and field. A total of 100 questionnaires were distributed, of which 92 were returned and 69 were analyzed. Respondent data were analyzed by SEM-PLS using smart PLS software. The resulting model showed that safety leadership by participating and delegating style has a positive effect on safety climate and workers' safety behaviour. Worker's safety motivation has a positive effect on workers' safety behaviour, and worker's safety motivation affected by the safety climate. Keywords safety climate, safety leadership, safety motivation, safety behaviour, workplace accidentThe nature of construction projects and their delivery exposes participants to accidents and dangers. Safety climate serves as a frame of reference for employees to make sense of safety measures in the workplace and adapt their behaviors. Though safety climate research abounds, fewer efforts are made to investigate the formation of a safety climate. An effort to explore forming psychological safety climate, an operationalization of safety climate at the individual level, is an appropriate starting point. Taking the view that projects are social processes, this paper develops a conceptual framework of forming the psychological safety climate, and provides a preliminary validation. The model suggests that management can create the desired psychological safety climate by efforts from structural, perceptual, interactive, and cultural perspectives. Future empirical research can be built on the model to provide a more comprehensive and coherent picture of the determinants of safety study examines the interactive relationship between three dimensions of safety climate management commitment to safety, priority of safety, and pressure for production, and their impact on risk behavior reported by employees. The sample consisted of 623 employees from a chemical manufacturing organization in South Africa. Hierarchical regression analyses were carried out to test the direct effects and the interaction effect of the three safety climate dimensions on risk behavior. The results showed that, as expected, employees' risk behavior was negatively related to management commitment to safety and priority of safety and positively related to pressure for production. Moreover, as expected, the three-way interaction between management commitment to safety, priority of safety and pressure for production was significant. When pressure for production was high, management commitment to safety was negatively related to risk behavior, regardless of level of priority of safety on plant. When pressure for production was low, the effect of management commitment to safety on risk behavior was nullified under conditions of high, as compared to low priority of safety on plant. These findings highlight the importance of managerial commitment to safety in contexts where employees experience tensions between production deadlines and safety multi-level safety climate model was tested in the Australian construction industry. Subcontracted workers' perceptions of the organizational safety response OSR and supervisor safety response SSR in their own organization and that of the principal contractor were measured using a safety climate survey administered at a large hospital construction project in Melbourne. One hundred and fourteen construction workers completed the survey, representing nine subcontractors engaged at the project. Two requisite conditions for the existence of group-level safety climates, 1 within-group homogeneity; and 2 between-group variation were satisfied for perceptions of subcontractors' OSR and SSR. This supports the contention that subcontractors working in a single construction project exhibit a unique group-level safety climate. Subcontracted workers also discriminated between group-level safety climates the SSR in their own and in the principal contractor's organizations. The results suggest some cross-level influence. Perceptions of the SSR were positively predicted by perceptions of the OSR in both the principal and subcontractor organizations. Perceptions of the OSR of the principal contractor were also a significant predictor of the perceived OSR and SSR in the subcontractor organizations. Perceptions of the subcontractors' SSR were a significant predictor of the rate of lost-time and medical treatment incidents reported by the subcontractor. Although perceptions of the principal contractor's SSR were not directly related to subcontractors' injury rates, they were a significant predictor of subcontractors' SSR, revealing an indirect link. The results suggest that supervisory personnel foremen and leading hands play an important role in shaping safety performance in subcontracted purpose in this study was to meta-analytically address several theoretical and empirical issues regarding the relationships between safety climate and injuries. First, we distinguished between extant safety climate->injury and injury->safety climate relationships for both organizational and psychological safety climates. Second, we examined several potential moderators of these relationships. Meta-analyses revealed that injuries were more predictive of organizational safety climate than safety climate was predictive of injuries. Additionally, the injury->safety climate relationship was stronger for organizational climate than for psychological climate. Moderator analyses revealed that the degree of content contamination in safety climate measures inflated effects, whereas measurement deficiency attenuated effects. Additionally, moderator analyses showed that as the time period over which injuries were assessed lengthened, the safety climate->injury relationship was attenuated. Supplemental meta-analyses of specific safety climate dimensions also revealed that perceived management commitment to safety is the most robust predictor of occupational injuries. Contrary to expectations, the operationalization of injuries did not meaningfully moderate safety climate-injury relationships. Implications and recommendations for future research and practice are increasing attention to contextual effects on the relationship between supervisor enforcement and employee safety compliance, no study has yet explored the conjoint influence exerted simultaneously by organizational safety climate and safety culture. The present study seeks to address this literature shortcoming. We first begin by briefly discussing the theoretical distinctions between safety climate and culture and the rationale for examining these together. Next, using survey data collected from 1342 employees in 32 Italian organizations, we found that employee-level supervisor enforcement, organizational-level safety climate, and autocratic, bureaucratic, and technocratic safety culture dimensions all predicted individual-level safety compliance behaviors. However, the cross-level moderating effect of safety climate was bounded by certain safety culture dimensions, such that safety climate moderated the supervisor enforcement-compliance relationship only under the clan-patronage culture dimension. Additionally, the autocratic and bureaucratic culture dimensions attenuated the relationship between supervisor enforcement and compliance. Finally, when testing the effects of technocratic safety culture and cooperative safety culture, neither safety culture nor climate moderated the relationship between supervisor enforcement and safety compliance. The results suggest a complex relationship between organizational safety culture and safety climate, indicating that organizations with particular safety cultures may be more likely to develop more or less positive safety climates. Moreover, employee safety compliance is a function of supervisor safety leadership, as well as the safety climate and safety culture dimensions prevalent within the aim of this study was to evaluate the effect of an intervention comprising education and support in performing frequent and structured work preparation meetings with broad participation. Such work preparation meetings were expected to have positive effects on safety climate by emphasizing the value of safety at the work site, and on perceived influence at work. The study was a longitudinal, matched before and after questionnaire study, with six construction sites within a large Swedish construction company, randomly assigned to the intervention or the comparison group. Contrary to expectations, the intervention group reported a decrease in safety climate, while this increased in the comparison group. Perceived influence at work showed a tendency to decrease at the interventions sites. Frequent work preparation meetings may provide ample opportunity for obtaining perceptual safety climate cues. But the effect is dependent on how these meetings are performed, and what priorities are little is known about the role of occupational safety climate in a broader organisational context, its antecedents and the mechanisms for how it may impact safety outcomes. This study used a prospective longitudinal multi-level study design to examine the cause and effect relationships between psychosocial conditions, safety climate, and safety behaviour. Data were collected by means of questionnaires from 289 employees in 43 units at four occasions during a period of 21 months of the construction of a road tunnel. Data were analysed using two approaches for modelling change; an autoregressive latent variable model and a multi-level growth curve model. Results showed that individual perceptions of safety climate exerted a causal effect on individual safety behaviour, but we also found some evidence of a reversed relationship, where safety behaviour influenced safety climate. Furthermore, we found that work unit average perceptions of safety climate predicted the growth of the individual safety behaviour but this influence was mediated by the individual’s perception of the safety climate. The results also indicate that supportive psychosocial conditions within an organisation influence individual safety perceptions but do not per se have an impact on safety behaviour.
JawabanFaktor cuaca ternyata juga berpengaruh terhadap Pekerjaan konstruksi, Mengapa demikian? Karena Iklim Berupa Musim Hujan yang berlebihan dapat mengakibatkan struktur tanah menjadi basah dan tidak labil yang mengakibatkan Tanah bisa saja bergeser kapan saja dan itu berdampak buruk kepada Rumah di sekitarnyaSemoga bermanfaat dan membantu ya kak..
aspek cuaca & iklim turut memilih pada pekerjaan konstruksi karenaFaktor cuaca & iklim turut memilih pada pekerjaan konstruksi alasannya adalahFaktor cuaca & iklim turut memilih pada pekerjaan konstruksi alasannya…… faktor cuaca iklim turut menentukan pada pekerjaan konstruksi alasannya adalahFaktor cuaca & iklim turut memilih pada pekerjaan kontruksi alasannya Jawaban sebab pekerjaan konstruksi menghasilkan banyak polusi & debu Penjelasan maaf kalo salah ╭┈┈┈┈╯ ╰┈┈┈╮ ╰┳┳╯ ╰┳┳╯ ╰┈┈╯ ╭━━━━━╮ Faktor cuaca & iklim turut memilih pada pekerjaan konstruksi alasannya adalah Jawaban alasannya adalah bila iklim & cuaca buruk maka pekerjaan konstruksi akan ikut telat namun sebaliknya jika iklim & cuaca baik maka pekerjaan konstruksi akan cepat selesai Faktor cuaca & iklim turut memilih pada pekerjaan konstruksi alasannya…… Jawaban alasannya bila cuaca mendukung seperti panas atau sejuk aktivitas konstruksi mampu dikerjakan dgn baik namu jikalau cuaca & iklim tak mendukung mirip ketika isu terkini hujan makan pekerjaan akan terkendala maaf kalau salah faktor cuaca iklim turut menentukan pada pekerjaan konstruksi alasannya adalah Jawaban Faktor cuaca ternyata pula kuat terhadap Pekerjaan konstruksi, Mengapa demikian? Karena Iklim Berupa Musim Hujan yang berlebihan mampu mengakibatkan struktur tanah menjadi basah dan tidak labil yang mengakibatkan Tanah mampu saja bergeser kapan saja dan itu berefek jelek terhadap Rumah di sekitarnya Semoga berfaedah dan menolong ya kak.. Faktor cuaca & iklim turut memilih pada pekerjaan kontruksi alasannya Jawaban Karena bila iklim & cuaca jelek maka pekerjaan konstruksi akan ikut telat tetapi sebaliknya bila iklim & cuaca baik maka pekerjaan konstruksi akan cepat final Penjelasan Jadiin balasan tercerdas y ak butuh soalnya Jng lupa follow
Waktu menjadi pertimbangan pada setiap tahap pekerjaan dalam proyek konstruksi. Peristiwa keterlambatan sering terjadi pada berbagai pekerjaan konstruksi. Berbagai faktor mempengaruhi waktu pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Selanjutnya faktor tersebut berkontribusi terhadap waktu pelaksanaan. Penelitian ini menstudi secara mendalam urutan faktor penyebab keterlambatan pekerjaan konstruksi. Daftar faktor-faktor keterlambatan dikumpulkan dari berbagai sumber literatur dan pengalaman. Setelah melakukan penyaringan maka dihasilkan 6 kategori dan 57 faktor keterlambatan berturut turut 1 tenaga kerja 13 faktor; 2 bahan 5; 3 peralatan 7; 4 karakteristik lokasi 10; 5 manajerial 16; dan 6 keuangan6. Faktor-faktor ini disusun ke dalam daftar kuesioner terstruktur yang selanjutnya diisi oleh responden menurut kecenderungan persepsi mereka. Jumlah responden sebanyak 34 dan sudah berpengalaman. Ada 5 skala persepsi tidak berpengaruh diberi nilai 1, kurang berpengaruh 2, sedang 3 berpengaruh 4, sangat berpengaruh 5. Penyebaran melalui tatap muka dan google form. Data terkumpul untuk menentukan rangking faktor menggunakan analisa nilai rata rata berdasarkan nilai besar ke kecil. Untuk menguji keandalan dan validitas data dilakukan uji Cronbach alpha. Hasil olahan data berdasarkan kategori penyebab keterlambatan diperoleh urutan bahan; tenaga kerja; manajerial; karakteristik tempat; keuangan dan peralatan. Sementara 3 faktor tertinggi meliputi pengiriman bahan B1; kurang koordinasi dengan pengawas A10 dan keperluan penghitungan material E4. Penting bagi kontraktor yang mendapatkan pekerjaan di kawasan cikarang dan di tempat lainnya memperhatikan 3 faktor utama yang berkontribusi terhadap terjadinya keterlambatan pada pekerjaan bangunan industri. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free e-Journal CENTECH 2020 Vol. 2 No. 1 April 2021 hlm 1-11. ISSN 2722-0230 Online FAKTOR-FAKTOR PENENTU UTAMA KETERLAMBATAN PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI PABRIK STUDI KASUS PABRIK KAWASAN CIKARANG Mardiaman1, Indriasari2 1Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tama Jagakarsa Email mardi240967 2 Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Krisnadwipayana indriasari Masuk 27-03-2021, revisi 19-04-2021, diterima untuk diterbitkan 30-04-2021 ABSTRAK Waktu menjadi pertimbangan pada setiap tahap pekerjaan dalam proyek konstruksi. Peristiwa keterlambatan sering terjadi pada berbagai pekerjaan konstruksi. Berbagai faktor mempengaruhi waktu pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Selanjutnya faktor tersebut berkontribusi terhadap waktu pelaksanaan. Penelitian ini menstudi secara mendalam tentang urutan faktor penyebab keterlambatan pekerjaan konstruksi. Daftar faktor-faktor keterlambatan dikumpulkan dari berbagai sumber literatur dan pengalaman. Setelah melakukan penyaringan maka dihasilkan 6 kategori dan 57 faktor keterlambatan berturut turut 1 tenaga kerja 13 faktor; 2 bahan 5; 3 peralatan 7; 4 karakteristik lokasi 10; 5 manajerial 16; dan 6 keuangan 6. Faktor-faktor ini disusun ke dalam daftar kuesioner terstruktur yang selanjutnya diisi oleh responden menurut kecenderungan persepsi mereka. Jumlah responden sebanyak 34 dan sudah berpengalaman. Ada 5 skala persepsi tidak berpengaruh diberi nilai 1, kurang berpengaruh 2, sedang 3 berpengaruh 4, sangat berpengaruh 5. Penyebaran melalui tatap muka dan google form. Data terkumpul untuk menentukan rangking faktor menggunakan analisa nilai rata rata berdasarkan nilai besar ke kecil. Untuk menguji keandalan dan validitas data dilakukan uji Cronbach alpha. Hasil olahan data berdasarkan kategori penyebab keterlambatan diperoleh urutan bahan; tenaga kerja; manajerial; karakteristik tempat; keuangan dan peralatan. Sementara 3 faktor tertinggi meliputi pengiriman bahan B1; kurang koordinasi dengan pengawas A10 dan keperluan penghitungan material E4. Penting bagi kontraktor yang mendapatkan pekerjaan di kawasan cikarang dan di tempat lainnya memperhatikan 3 faktor utama yang berkontribusi terhadap terjadinya keterlambatan pada pekerjaan bangunan industri. Kata kunci kategori; faktor keterlambatan; industri pabrik; rata-rata; ranking. ABSTRACT At every stage of a construction project, time is a factor. Delays are common in construction projects. The timing of construction projects is influenced by a number of factors. Furthermore, these factors contribute to the length of time required for implementation. The sequence of factors that cause delays in construction work is examined in depth in this study. The list of delay factors compiled from various sources. Following the screening, the following 6 categories and 57 factors of tardiness were generated in order 2 ingredients 5; 3 equipment 7; 4 location characteristics 10; 5 managerial 16; and 6 finance 6. These factors were arranged into a structured questionnaire list, which respondents filled out based on their perception trends. A total of 34 people responded to the survey. The Cronbach alpha test was used to test the reliability and validity of the collected data, which was used to determine the factor ranking using average value analysis based on large to small values. The data was processed in the following order based on the categories of the delay's causes ingredients; labor; managerial; location characteristics; finance; and equipment. Meanwhile, material delivery B1, a lack of coordination with supervisors A10, and the need for material counting are the three most important factors E4. Contractors looking for work in Cikarang and elsewhere should be aware of three major factors that cause delays in industrial construction projects. Keywords category; tardiness factor; factory industry; average; ranking. 1. PENDAHULUAN Pekerjaan konstruksi sifatnya sangat tidak pasti. Waktu selesainya setiap item pekerjaan dalam lingkup proyek bisa cepat dan lambat. Keterlambatan pekerjaan konstruksi menyebabkan kerugian pada pemilik dan kontraktor. Ada berbagai sumber, kategori dan faktor yang berkontribusi sebagai penyebab terjadinya keterlambatan. Faktor penyebab keterlambatan Mardiaman, Indriasari, Faktor-Faktor Penentu Utama Keterlambatan Pada Pekerjaan Konstruksi Pabrik Studi Kasus Pabrik Kawasan Cikarang pada berbagai pekerjaan konstruksi sudah banyak dibahas diantaranya pada pekerjaan air bawah tanah Frimpong, Oluwoye, & Crawford, 2003; infrastruktur Asmi & Pratama, 2016, bangunan gedung Handayani, Frederika, & Wiranata, 2013, jalan Remon F. Aziz & Abdel-Hakam, 2016; bangunan industri Farooqui & Umer, 2012a. Penyebab keterlambatan yang ada akan berbeda-beda menurut jenis, fungsi, ukura dan kompleksitas pekerjaan konstruksi. Faktor-faktor penyebab keterlambatan pada proyek pelaksanaan kawasan pabrik mempunyai phenomena tersendiri Wirabakti, Abdulah dan Maddeppungeng 2014; Asmi & Pratama, 2016; Hassan, Mangare, & Pratasis, 2016; Sulaiman, 2017. Penyebab keterlambatan dapat berasal dari pihak kontraktor, sub kontraktor, konsultan dan pemilik Almutairi, 2016. Sehingga komunikasi diantara pihak-pihak ini mendapat perhatian yang penting. Penempatan tenaga kerja sesuai dengan kompetensi dari pihak terkait harus tepat. Berbagai metode penentuan rangking penyebab keterlambatan pekerjaan konstruksi sudah dilakukan seperti metode relative importance index RII dan dampak kritisnya dengan korelasi oleh Gebrehiwet & Luo, 2017; Almutairi, 2016; Farooqui & Umer, 2012b; analisis reliabilitas, validitas dan analisis frequency index Sulaiman, 2017. Indeks rata-rata Al-Emad, Abdul Rahman, Nagapan, & Gamil, 2017 Kawasan Cikarang–EJIP East Java Interantional Plan merupakan kawasan industri yang terus berkembang dengan tingkat pengembangan industri yang terus bertambah. Pada kawasan tersebut diproduksi bermacam-macam produk seperti kawat baja pra-tekanan dan helai, kawat baja, kawat baja dan helai baja galvanis, batang dan kabel aluminium. Pabrik berlokasi di Lippo Cikarang Industrial Estate dengan luas lahan ± 49,729 m². Komposisi bangunan yang ada di kawasan Industri sebesar 68%, apartemen 18% dan perkantoran 15%. Kondisi kawasan gambar 1. Melihat banyak dan kompleksnya pembangunan pada kawasan industri mengakibatkan pelaksanaan pekerjaan diperkirakan terlambat. Penelitian untuk mengetahui faktor apa yang menjadi penyebab utama keterlambatan pada pembangunan Pabrik di di kawasan Cikarang perlu dilakukan. e-Journal CENTECH 2020 Vol. 2 No. 1 April 2021 hlm 1-11. ISSN 2722-0230 Online Proyek Konstruksi Tahap kegiatan konstruksi secara umum meliputi 1 perencanaan, 2 pengorganisasian, 3 pelaksanaan, pengendalian. Hassan et al., 2016. Proyek konstruksi bersifat tidak pasti dan memerlukan sumber daya. Ketersediaan sumberdaya bahan, peralatan, tenaga kerja dan pendanaan harus tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat. Sumber daya bahan menyerap kira-kira 50-70% dari biaya total proyek, manusia, peralatan sebesar 10,317% untuk bangunan bertingkat Mardiaman, 2020b dan uang. Pendanaan berasal dari swasta, pemerintah atau gabungan keduanya. Uang digunakan untuk pengadaan sumber daya menurut item kegiatan yang sudah dijadwalkan sesuai penentuan progres rencana. Rencana kegiatan sudah disepakati oleh pihak terkait. Kesuksesan pekerjaan konstruksi sangat bergantung pada kinerja keuangan kontraktor Mardiaman, 2020a. Kategori bahan mencakup bahan rekayasa dan bahan curah, bahan permanen, bahan sementara. Pemilihan bahan dan alat bergantung pada fungsi dan jenis konstruksi, kebutuhan pemilik. peraturan, lokasi, dana yang tersedia. Proyek konstruksi dikategorikan1 konstruksi gedung, rekayasa berat, industri pabrik. Rangkaian kegiatan konstruksi hanya satu kali, ada waktu awal dan akhir kegiatan. Dampak Keterlambatan Proyek Evaluasi terhadap jadwal waktu mutlak dilakukan pada saat pelaksanaan konstruksi. Penyesuaian dilakukan jika perlu untuk mengakomodasi perubahan, Tujuannya untuk mengatasi sinkronisasi apa yang sudah disiapkan dan target progres, sehingga keterlambatan dapat dikurangi Hassan et al., 2016. Jadwal konstruksi awal mengacu pada yang sudah disiapkan sebelum pekerjaan dimulai dan disetujui oleh pemilik. Le-Hoai, Lee, & Lee, 2008 menyatakan bahwa keterlambatan merupakan penambahan waktu di luar tanggal yang disepakati dalam kontrak atau yang disepakati pihak-pihak yang terlibat dalam proyek. Keterlambatan merupakan peristiwa bertambahnya waktu yang diperlukan. Berbagai konsekuensi keterlambatan meliputi terjadi klaim perpanjangan waktu, kompensasi moneter atau keduanya. Keterlambatan berdampak pada perencanaan awal, masalah finansial. Selanjutnya dampak keterlambatan pada pemilik meliputi hilangnya keuntungan dari fasilitas yang dibangun, sedangkan bagi kontraktor adalah hilangnya peluang menggunakan sumber dayanya ke proyek lain, meningkatnya biaya tidak langsung. Keterlambatan menyebabkan kerugian. Bagi pemilik, keterlambatan menimbukan hilangnya pendapatan dari bangunan yang harusnya sudah bisa digunakan. Selanjutnya bagi kontraktor, keterlambatan proyek berarti bertambahnya biaya overhead karena perpanjangan waktu pelaksanaan. Dalam hal ini mungkin ada kenaikan biaya sumber daya tenaga kerja, peralatan. Selain itu terjadi pengurangan modal kontraktor, yang seharusnya dapat digunakan untuk proyek lain. Bagi konsultan, keterlambatan akan menyebabkan hilangnya waktu. Penundaan menyebabkan konsultan akan terhambat dalam merencanakan proyek lain. Lebih jauh Alifen, Setiawan, & Susanto, 2000 berpendapat bahwa dampak dari keterlambatan proyek menimbulkan kerugian pada pihak kontraktor, konsultan, dan pemilik. Terakhir Aziz, 2015 menjelaskan akibat umum keterlambatan 1 penyelesaian proyek terlambat, 2 biaya meningkat, 3 terganggunya pekerjaan, 4 berkurangnya produktivitas, 5 tuntutan pihak ketiga, 6 penolakan hasil kerja, 7 pemutusan kontrak Faktor-Faktor Penyebab Keterlambatan Pekerjaan Konstruksi Berbagai penelitian tentang sumber dan faktor keterlambatan telah dilakukan terhadap berbagai jenis proyek konstruksi. Shahsavand, 2018 berpendapat bahwa sumber utama keterlambatan proyek konstruksi bersumber dari 1 pemilik; 2 kontraktor; 3 konsultan; 4 disain; 5 bahan; 6 pekerja dan peralatan; 7 eksternal. Rangking faktor keterlambatan Mardiaman, Indriasari, Faktor-Faktor Penentu Utama Keterlambatan Pada Pekerjaan Konstruksi Pabrik Studi Kasus Pabrik Kawasan Cikarang didasarkan pada persepsi konsultan, kontraktor dan pemilik dengan metode relatif penting dan keuntungan dan kerugiannya Almutairi, 2016. Al-Emad, Rahman, Nagapan, & Gamil, 2017 menambahkan urutan teratas faktor utama keterlambatan meliputi koordinasi antar pihak terkait, kekurangan tenaga kerja, keterlambatan penyediaan dokumen, perencanaan dan penjadwalan kurang akurat, terlambat pembayaran, tingkat produktivitas tenaga kerja, tenaga kerja tidak berkualitas, pengelolaan kontrak kerja kurang baik. Hassan et al., 2016 menyatakan keterlambatan karena terjadi perubahan bentuk fungsi, spesifikasi, lambatnya pengiriman bahan, kerusakan peralatan, ketersedian keuangan, keterlambatan pembayaran oleh owner, kesalahan disain, kekurangan tenaga kerja, kemampuan tenaga kerja, perbedaan jadwal sub kontraktor. Berikutnya Sulaiman, Munirwansyah, & Ameri, 2017 menambahkan terlambat lelang, ketelitian jadwal. Selanjutnya Ismi, Pratama, & Safrilah, 2016 menambahkan perubahan disain, kesulitan keuangan pemilik, pembayaran terlambat, keterlambatan jadwal, sub kontraktor kurang kompeten. Wirabakti, Abdulah, menambahkan masalah keuangan, tenaga kerja keterampilan, bahan, dan manajemen. Al-Emad, Rahman, Nagapan, & Gamil, 2017 menjelaskan 10 faktor utama penyebab keterlambatan proyek industri konstruksi meliputi keuangan kontraktor terganggu, buruknya koordinasi, kurangnya tenaga kerja, terlambat disain dibuat, buruknya perencanaan dan jadwal, keterlambatan pembayaran, rendahnya tingkat produktivitas pekerja, tenaga kerja tidak berkualitas dan manajemen kontrak buruk.. Jackson, 2002 penyebab keterlambatan konstruksi di Ilorin adalah faktor fluktuasi harga bahan, tenaga kerja, dapat proyek tidak tetap, terlambat honor pekerja, analisa kurang tepat dalam proses penawaran proyek, pemilihan kontraktor kurang kompeten, penawaran harga tidak tepat dan permintaan dari pemilik yang selalu berubah. Jackson 2002 penyebab keterlambatan pekerjaan konstruksi di Inggris penambahan dana pada saat perubahan disain, perubahan desain, ketersediaan informasi, metoda dari estimasi, performa dari tim disain dan manajemen proyek. Farooqui & Umer, 2012b menambahkan 10 faktor utama keterlambatan fluktuasi harga material, biaya tinggi untuk perawatan mesin, penawaran yang terlalu rendah, prosedur pengadaan barang dan material, phasa pengadaan, metode dari perkiraan biaya yang tidak tepat, tambahan kerja, perencanaan yang tidak tepat Selanjutnya Andrew Shing-Tao Chang 2002 menambahkan kebijakan pemerintah yang kurang mendukung. Faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan waktu pelaksanaa proyek berasal dari kontraktor, pemilik, dan selain kedua belah pihak. Hassan et al., 2016 menyatakan keterlambatan akibat kesalahan kontraktor a terlambat memulai pelaksanaan proyek, b pekerja dan pelaksana kurang peralatan terlambat datang, d mandor yang kurang aktif, e rencana kerja yang kurang baik. Keterlambatan terjadi akibat kesalahan Owner a terlambatnya angsuran pembayaran oleh kontraktor, b terlambatnya penyedian lahan, c mengadakan perubahan pekerjaan yang besar, d pemilik menugaskan kontraktor lain untuk mengerjakan proyek tersebut. Sementara keterlambatan mengerjakan proyek disebabkan oleh beberapa faktor dijelaskna oleh Wirabakti, Abdulah, & Maddeppungeng, 2014 2. METODE Penelitian dilakukan selama periode Agustus s/d Desember 2020. Data primer berupa daftar kategori dan faktor-faktor keterlambatan dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi dikumpulkan dari sumber literatur dan wawancara. Setiap faktor diberi kode khusus. Ada 6 kategori dan 57 faktor dirangkum yang mempengaruhi keterlambatan pada pekerjaan konstruksi pada kawasan industri. e-Journal CENTECH 2020 Vol. 2 No. 1 April 2021 hlm 1-11. ISSN 2722-0230 Online 1. Tenaga kerja kurangnya tenaga ahli A1; kurangnya tenaga terampil A2; jam kerja A3; usia pekerja A4; budaya A5; kurang disiplin dalam bekerja A6; kurang termotivasi A7; angka kehadiran kurang A8; penggantian pekerja baru A9; kurang koordinasi dengan pengawas A10; kecelakaan tenaga kerja A11; kurang pengalaman di bidangnya A12; moral yang rendah A13. 2. Bahan proses pengiriman barang B1; stok ketersediaan barang B2; kualitas bahan B3; perubahan dan spesifikasi material B4.. 3. Peralatan ketersediaan peralatan C1; kualitas peralatan C2; masa pemakaian alat C3; suku cadang C4; perawatan alat C5; alokasi peralatan/jumah peralatan C6; efisiensi dan produktivitas pemakaian alat C7. 4. Karakteristik lokasi tempat penyimpanan bahan D1; akses ke lokasi proyek D2; kebutuhan ruang kerja D3; lokasi proyek D4; keadaan permukaan dan bawah tanah D5; pengaruh lingkungan sekitar D6; karakteristik fisik dan bangunan sekitar lokasi proyek D7; luas pekerjaan D8; fasilitas proyek D9; kemiringan tanah D10. 5. Manajerial pengawasan proyek E1; kualitas pengontrolan pekerjaan E2 ; pengalaman manajer lapangan E3; keperluan penghitungan material E4; perubahan disain E5; komunikasi antara konsultan dan kontraktor E6; Komunikasi antara kontraktor dan pemilik E7; jadwal pengiriman material dan peralatan E8; jadwal pekerjaan yang harus diselesaikan E9; persiapan/penetapan rancangan tempat E10; perubahan lingkup pekerjaan E11; kesalahan dan tidak konsistennya dokumen E12; lama mengambil keputusan di dalam pekerjaan E13; terlambatnya persetujuan E14; terlambatnya inspeksi pekerjaan E15; metode konstruksi E16; persiapan/penempatan tenaga kerja E17. 6. Keuangan pembayaran oleh pemilik kepada kontraktor F1; inflasi harga material F2; sistem pembayaran F3; kegiatan proyek F4; pemakaian dana F5; terlambatnya pembayaran kontraktor kepada mandor F6. Faktor-faktor yang ada disusun dalam lembar pertanyaan terstruktur untuk diminta diisi oleh responden terpilih berdasarkan persepsi mereka masing-masing. Pengumpulan sampel dengan purposive sampling sebanyak 34 orang. Sampel responden terpilih orang yang sudah pernah bekerja pada pekerjaan konstruksi di kawasan industri Cikarang. Penyebaran kuesioner dilakukan secara tatap muka dan Whatsapp. Form kuesioner yang ditulis dalam dikirim bagi responden pengguna Whatsapp. Pengumpulan data isian berlangsung selama 1 bulan penuh. Responden memberi nilai berdasarkan persepsi mereka masing-masing menggunakan skala likert, Nilai persepsi menurut skala data order tidak berpengaruh diberi nilai 1, kurang berpengaruh 2, sedang 3 berpengaruh 4, sangat berpengaruh 5. Selanjutnya setiap faktor dianalisa urutan pengaruhnya mulai terbesar ke terkecil. Analisa data penentuan rangking faktor menggunakan nilai rata-rata dan simpangan baku. Nilai simpangan baku semakin kecil menunjukkan bahwa faktor dinyatakan semakin menentukan. Mean ranking 1 Simpangan baku 2 dimana Mr = Nilai rata-rata Mean n = Jumlah responden Mardiaman, Indriasari, Faktor-Faktor Penentu Utama Keterlambatan Pada Pekerjaan Konstruksi Pabrik Studi Kasus Pabrik Kawasan Cikarang xi = Frekuensi i yang diberikan responden 2 = Standar deviasi = Rata rata 3. HASIL DAN DISKUSI Berdasarkan hasil pengumpulan data diperoleh jumlah persentase pengalaman kerja responden 1 s/d 5 tahun 41%, 6 s/d 10 tahun 21% dan lebih dari 10 tahun 38%. Uji Validitas dan Reliabilitas Uji realibilitas untuk mengetahui konsistensi hasil pengukuran jika instrumen digunakan kembali sebagai alat untuk mengukur responden. Hasil uji reliabilitas mencerminkan tingkat stabilitas dan akurasi instrumen pengukuran yang diperoleh. Uji reliabilitas dengan menggunakan nilai Cronbach yang mencerminkan ukuran sebenarnya dari suatu pengukuran. Ada 5 skala pengukuran berdasarkan urutannya mulai dari kurang reliabilitas sampai sangat reliabilitas sesuai dengan nilai cronbath alpaha tabel 1. Tabel 1. Skala Alpha Cronbach 0 sampai 1. Sumber Olahan data Pengujian reliabilitas dan validitas data menggunakan software SPSS dengan cara melihat nilai dan tanda r Bila r hitung negatif, maka butir pertanyaan tidak valid, jika r hitung r tabel, maka butir pertanyaan valid. Dari hasil uji validitas dan reabilitas bahwa semua pertanyaam masuk kategori sangat reliabel. Table 2. Nilai Alpha Cronbach e-Journal CENTECH 2020 Vol. 2 No. 1 April 2021 hlm 1-11. ISSN 2722-0230 Online Sumber hasil olahan data Analisa Ranking Faktor Rangking semua faktor keterlambatan pekerjaan konstruksi industri di kawasan Cikarang tabel 3. Faktor yang memiliki nilai simpangan baku terkecil menempati urutan pertama dengan nilai 0,50664 diikuti oleh kurang koordinasi dari pekerja konstruksi dengan pengawas .50752 dan keperluan perhitungan material .51102 Tabel 3. Rangkin faktor pada pekerjaan konstruksi industri di kawasan Cikarang Sumber Hasil Analisa, 2020 Mardiaman, Indriasari, Faktor-Faktor Penentu Utama Keterlambatan Pada Pekerjaan Konstruksi Pabrik Studi Kasus Pabrik Kawasan Cikarang Diskusi Pada proyek pekerjaan konstruksi industri di kawasan industri Cikarang ada berbagai faktor penyebab keterlambatan. Dari kategori bahan diperoleh pengiriman bahan B1 sebagai faktor pertama yang menyebabkan keterlambatan. Pengiriman bahan terlambat tiba di lokasi dapat disebabkan kesulitasn akses jalan. Jalan menuju ke lokasi mempunyai tingkat kepadatan lalu lintas cukup tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa faktor B1 berlaku juga pada kasus pekerjaan konstruksi lain oleh Hassan et al., 2016. Kelancaran akses masuk secara umum dipengaruhi oleh beberapa hal misalnya jumlah lalu lintas, jam puncak atau tidak, ada perbaikan jalan, keramaian. Pengenalan akses masuk dapat memudahkan dalam pengiriman sumber daya keburuhan proyek. Keterlambatan pada proyek ini larena pada saat bersamaan ada pembangunan konstruksi jalan elevated tol arah Bekasi - Cikampek. Pada saat itu ada pemberlakuaan jam masuk kendaraan, sehingga ada penyempitan ruas jalan dan pengalihan jalur lalu lintas. Hal ini mengakibatkan waktu tempuh menjadi lebih lama. Pengaturan waktu pengiriman bahan harus dilakukan pada malam hari yang kepadatan lalu lintasnya kecil. Tenaga kerja; faktor kurang koordinasi pekerja konstruksi dengan pengawas A10 masuk urutan ke 2. Pada pekerjaan ada pihak terkait kontraktor dan konsultan pengawas terlibat. Koordinasi dilakukan pada setiap pertemuam mingguan yang sudah terjadwal sementara rapat lapangan dilakukan di lapangan. Apa saja yang akan dilaksanakan sudah dibuat pada rencana harian dan mingguan. Antara konsultan pengawas dan kontraktor bekerja sesuai yang disepakati dan berkoordinasi jika perubahan kerja. Koordinasi kurang baik berdampak pada terjadinya kesalahan metode kerja karena ada salah perintah kerja, penggunaan bahan, perubahan disain. Pekerjaan berulang sering terjadi karena salah komunikasi berdampak pada keterlambatan eksekusi. Penempatan tenaga kerja bauk di konsultan dan pengawas berdasarkan kompetensi seharusnya menjadi perhatian khusus. Koordinasi berjalan apabila orang yang berkomunikasi paham terhadap apa yang dikomunikasikan, Penempatan tenaga kerja yang kurang baik berkontribusi pada terjadinya kesalah pahaman dalam pekerjaan antara keinginan kontraktor dengan pengawas dan pemilik. Dalam penelitiannya Al-Emad et al., 2017 menyatakan kurang koordinasi antar pihak-pihak terkait dan kualitas tenaga kerja sangat berpengaruh pada terjadinya keterlambatan pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Tenaga kerja seharusnya tersedia dalam jumlah dan kompetensi yang tepat untuk bisa melakukan komunikasi dua arah. Pemahaman yang sama antara pihak terkait baik kontraktor, pengawas dan pemilik akan memperlancar pekerjaan. Sebaliknya kamunikasi yang buruk antara pihak terkait berakibat pada saling menyalahkan, susah mengambil keputusan yang membuang waktu. Komunikasi yang efektif perlu dilakukan sesuai kebutuhan komunikasi, komunikasi dua arah, kejelasan isi pesan, kejujuran berkomunikasi, dan resolusi konflik Saputra, Kadar Yanti, Wiguna, & Nurcahyo, 2017 . Dengan dilakukannya semua indikator komunikasi akan memuluskan pekerjaan konstruksi Manajerial terdapat 2 faktor menempati urutan 3 dan 4 yaitu keperluan perhitungan material E4 dan perubahan disain E5. Keperluan perhitungan material kurang dikomunikasikan menyebabkan keterlambatan proyek konstruksi. Jumlah material bisa kekurangan sehingga harus dipesan ulang akibat estimasi penggunaan bahan salah sesuai aktualnya. Kekurangan bahan menjadi faktor utama oleh Hassan et al., 2016. Berikutnya perubahan disain terjadi dalam pekerjaan konstruksi dimana tidak tepatnya perencanaan dan teknis pekerjaan di lapangan akibat perencana yang tidak profesional dalam bekerja, atau seringnya penggantian disain oleh owner. Gambar disain ulang membutuhkan waktu lagi e-Journal CENTECH 2020 Vol. 2 No. 1 April 2021 hlm 1-11. ISSN 2722-0230 Online sehingga pekerjaan terganggu waktu mulainya. Pelaksanaan didasarkan gambar kerja yang sudah disepakati antara perencana, kontraktor dan pengawas sesuai aturan berlaku. Karakteristik tempat dimana faktor tempat penyimpanan bahan D1 manjadi urutan ke 5, dan menjadi urutan pertama di dalam kategorinya. Keadaan ini terjadi karena ada penumpukan datangnya bahan, sementara tempat yang tersedia sangat terbatas. Pengaturan tibanya bahan yang akan dipakai disesuaikan dengan jadwal yang sudah ada sehinggga penumpukan bahan di lokasi dapat dihindari. Pengelolaan lokasi untuk penempatan peralatan, gudang, dan titik mulai kerja menentukan kecepatan aksesibilitas. Penempatan bahan berpengaruh terhadap kecepatan kerja yang meningkatkan produktivitas, sebaliknya jika salah dapat memperlambat pekerjaan Nadiasa1, Diah, Dewi1, & Pameka2, 2014. Hasil ini menunjukkan bahwa faktor ini dapat terjadi Gebrehiwet & Luo, 2017. Peletakan posisi bangunan dan sarana pendukungnya yang berpengaruh pada sirkulasi alat. manusia dan bahan. Hal ini berkaitan dengan bentuk permukaan lokasi Al-Hazim, Salem, & Ahmad, 2017. Percepatan pekerjaan dapat dicapai dengan optimalisasi tata letak fasilitas pendukung pelaksanaan Siahaan, Sugiyarto, & Sunarmasto, 2018 Keuangan sistem pembayaran F3 menempati urutan ke-6. Sistem pembayaran antara pemilik dan kontraktor, kontraktor dan sub kontraktort/supplier, kontraktor dengan mandor dan pekerja. Sering terjadi keterlambatan pembayaran. Meskipun sebenarnya jadwal pembayaran sudah disepakati antara pihak-pihak terkait, namun pemilik sering melakukan pembayaran tidak tepat waktu. Ini menyebabkan kontraktor tidak dapat menyediakan dana dalam mengadakan sumber daya yang dibutuhkan. Keluarnya uang oleh kontraktor untuk mengejar jadwal sesuai rencana untuk pengadaan sumber daya. Progres merupakan uang yang harus dikeluarkan oleh kontraktor. Dapat dinyatakan bahwa kesulitan pendanaan berpengaruh terhadap kinerja kecepatan pelaksanaan konstruksi Asmi & Pratama, 2016 Memang benar bahwa kontraktor sudah berjanji dalam kontrak untuk melaksanakan semua pekerjaan, namun dalam kontrak sudah dituliskan sistem pembayaran apakah berdasarkan waktu atau bobot progres. Terlambatnya pembayaran dapat terjadi akibat administrasi pembayaran belum berjalan, ada permasalahan pendanaan dari pemilik. Jadi faktor ketersediaan dana merupakan hal penting. Dalam penelitiannya Remon Fayek Aziz, 2013 menyatakan bahwa faktor pendanaan masuk dalam 9 faktor teratas. Peralatan kualitas peralatan C2 masuk urutan ke-7 dan urutan tertinggi dalam kategorinya. Alat yang kurang layak berdampak pada produktivitas rendah dimana alat sering tidak bekerja karena rusak, lambat kerjanya. Tingkat penggunaan alat rendah karena tidak berfungsi secara efektif dimana efisiensi alat mengalami penurunan seiring bertambahnya waktu terutama jika alat tidak dipemelihara secara rutin. Perencanaan peralatan merupakan solusi dalam mempercapat pekerjaan dengan memilih alat yang sesuai Putri & Hartono, 2020 4. KESIMPULAN 1. Berdasarkan kategori penyebab keterlambatan diperoleh urutan bahan; tenaga kerja; manajerial; karakteristik tempat; keuangan dan peralatan. Sementara 3 faktor tertinggi meliputi pengiriman bahan B1; kurang koordinasi dengan pengawas A10 dan keperluan penghitungan material E4. Pengiriman bahan secara tepat waktu disesuaikan dengan kebutuhan yang sudah dilaporkan oleh pengawas sesuai dengan perhitungan perkiraan bahan kebutuhan setiap harinya sebaiknya dipastikan pada rapat mingguan, 2. Urutan pertama adalah faktor proses pengiriman bahan material terjadi karena ada pengaturan akses masuk ke lokasi akibat ada pembangunan elevated tol menuju lokasi Pengaturan bahan material diutamakan pada aktivitas yang saling bergantung yang ada pada Mardiaman, Indriasari, Faktor-Faktor Penentu Utama Keterlambatan Pada Pekerjaan Konstruksi Pabrik Studi Kasus Pabrik Kawasan Cikarang lintasan kritis yang sudah dibuat oleh scheduler pada master schedule. Komunikasi dengan bagian pengadaan material dari kantor pusat harus terjaga untuk memastikan bahan dipesan tepat waktu. 3. Akses menuju lokasi merupakan jalur lalu lintas yang cukup padat sehingga pengaturan jam pengiriman bahan seharusnya dilakukan pada malam hari pada saat kepadatan lalu lintas relatif kecil. Informasi tentang akses masuk ke lokasi proyek seharusnya sudah diketahui sehinggan waktu penyelesaian proyek dapat diperhitungkan secara tepat. 5. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dapat saya selesai berkat bantuan, dorongan dan motivasi para rekan sejawat dan universitas tama jagakarsa yang memberikan bantuan untuk pembiayaan penelitian. Selanjutnya saya berterima ksih pada saudara vicky dalam penyebaran kuesioner. 6. DAFTAR PUSTAKA Al-Emad, N., Abdul Rahman, I., Nagapan, S., & Gamil, Y. 2017. Ranking of Delay Factors for Makkah's Construction Industry. MATEC Web of Conferences, 103, 0–7. Al-Hazim, N., Salem, Z. A., & Ahmad, H. 2017. Delay and Cost Overrun in Infrastructure Projects in Jordan. Procedia Engineering, 182, 18–24. Almutairi, N. S. 2016. Causes of delays on Construction Projects in Kuwait according to opinion of engineers working in Kuwait. Interntional Journal of Engineering Research and Application, 612 Part 3, 84–96. Retrieved from Asmi, A., & Pratama, J. C. S. 2016. Identifikasi Faktor-Faktor Keterlambatan Dalam Proyek Konstruksi Di Jakarta. Jurnal, November, 1–12. Aziz, Remon F., & Abdel-Hakam, A. A. 2016. Exploring delay causes of road construction projects in Egypt. Alexandria Engineering Journal, 552, 1515–1539. Aziz, Remon Fayek. 2013. Ranking of delay factors in construction projects after Egyptian revolution. Alexandria Engineering Journal, 523, 387–406. Farooqui, R. U., & Umer, M. 2012a. Factors Affecting Construction Cost in the Pakistani Construction Industry. In Third International Conference on Construction in Developing Countries ICCIDC–III "Advancing Civil, Architectural and Construction Engineering & Managemen pp. 161–168. Farooqui, R. U., & Umer, M. 2012b. Factors Affecting Construction Cost in the Pakistani Construction Industry, July, 161–168. Frimpong, Y., Oluwoye, J., & Crawford, L. 2003. Causes of delay and cost overruns in construction of groundwater projects in a developing countries; Ghana as a case study. International Journal of Project Management, 215, 321–326. Gebrehiwet, T., & Luo, H. 2017. Analysis of Delay Impact on Construction Project Based on RII and Correlation Coefficient Empirical Study. In Procedia Engineering. Handayani, R., Frederika, A., & Wiranata, A. A. 2013. Analisis Faktor-faktor Penyebab Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan Proyek Gedung di Kabupaten Jembrana Studi Kasus Pembangunan Proyek Gedung di Kabupaten Jembrana. Jurnal Ilmiah Elektronik Infrastruktur Teknik Sipil, 21, VII-1-VII–7. Retrieved from e-Journal CENTECH 2020 Vol. 2 No. 1 April 2021 hlm 1-11. ISSN 2722-0230 Online Hassan, H., Mangare, J. B., & Pratasis, P. A. K. 2016. Faktor-faktor penyebab keterlambatan pada proyek konstruksi dan alternatif penyelesaiannya studi kasus di manado town square III. Jurnal Sipil Statik 411, 657–664. Jackson, S. 2002. Project Cost Overruns and Risk Management. Proceedings of Association of Researchers in Construction Management 18th Annual ARCOM Conference, Newcastle, Northumber University, UK, 1September, 1–10. Retrieved from Le-Hoai, L., Lee, Y. D., & Lee, J. Y. 2008. Delay and cost overruns in Vietnam large construction projects A comparison with other selected countries. KSCE Journal of Civil Engineering, 126, 367–377. Mardiaman. 2020a. Dettermining Weight Criteria/Sub-Criteria In Selecting Public Construction Work Contractor . Palarch's Journal Of Archaeology Of Egypt/Egyptology, 179, 9485–9495. Retrieved from Mardiaman. 2020b. Proportion Of Resource Component Cost In Multi-Story Buildings Indonesia Case. Solid State Technology, 635, 5785–5794. Nadiasa, M., Diah, A. A., Dewi, P., & Pameka, S. 2014. Analisis Pengaruh Lokasi Terhadap Biaya Proyek Irigasi Studi Kasus Pengangkutan Material Ke Lokasi Proyek Irigasi Di Kabupaten Gianyar. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, 182, 130–136. Putri, M. K., & Hartono, W. 2020. Pengaruh rantai pasok peralatan terhadap keberhasilan proyek konstruksi bangunan gedung di wilayah surakarta menggunakan regresi linear berganda 1, 152–159. Remon Fayek Aziz. 2013. Ranking of delay factors in construction projects after Egyptian revolution. Alexandria Engineering Journal, 523, 387–406. Saputra, A. A. I., Kadar Yanti, R. M., Wiguna, I. P. A., & Nurcahyo, C. B. 2017. Pengaruh Komunikasi Terhadap Keberhasilan Proyek Pada Hubungan Kerja Antara Kontraktor dan Subkontraktor. JST Jurnal Sains Terapan, 32, 87–95. Siahaan, E., Sugiyarto, S., & Sunarmasto, S. 2018. Optimalisasi Tata Letak Fasilitas Pada Proyek Pembangunan Gedung Sudirman Suite Jakarta Menggunakan Metode Multi Objectives Function. Matriks Teknik Sipil, 62, 360–366 . Sulaiman, M. 2017. Analisis Penyebab Keterlambatan Pelaksanaan Proyek Ditinjau Dari Waktu Pelaksanaan Di Provinsi Aceh. Jurnal Teknik Sipil, 12, 405–418 ResearchGate has not been able to resolve any citations for this paper presents identification of significant delay factors encountered by Makkah’s construction industry using quantitative approach. A structured questionnaire developed based on literature review was verified through pilot study involved selected construction experts. Questionnaire survey was conducted amongst Makkah construction practitioners include contractors, consultants and project management consultancy. The survey managed to collect 100 valid responses which were used to rank the factors using average index approach. Results of the analysis for 10 most significant factors causing construction delay in Makkah construction industry are Difficulties in financing project by contractor, Poor coordination between parties, Shortage of manpower, Delays in producing design documents, Improper planning and scheduling of the project, Delay in progress payments, Low productivity level of labour, Poor communication between parties, Unqualified workforce and Poor contract management. This finding is helpful to Makkah construction’s community particularly projects’ stakeholders in avoiding potential delay for their future projects. Zaydoun AbusalemThe aim of this study is to investigate the factors that may cause overrun of the planned cost, allocated resources and scheduled time of infrastructure engineering projects in Jordan. To achieve the goal of this study, final reports of a sample of 40 public infrastructure projects implemented during the period from 2000 to 2008 were collected and analysed. The final reports were collected from the Ministry of Public Works and Housing MPWH of Jordan, which administers the public infrastructure projects in the capital Amman. Remon Fayek AzizAsmaa A. Abdel-HakamConstruction delays are a common phenomenon in civil engineering projects in Egypt including road construction projects. Therefore, it is essential to study and analyze causes of road construction delays. This paper studied a list of construction delay causes gathered from literature having different types of construction, different countries, different periods and different numbers of delay causes and delay groups. A questionnaire and personal interviews have formed the basis of this paper listing 293 delay causes. The questionnaire survey was distributed to 500 construction participants and 389 were received who represent consultants, contractors and site/design engineers excluding the owner representing the government in road projects as one party only. Relative Importance Index RII is calculated and according to the highest values the top twenty and the least twenty delay causes of construction projects in Egypt are determined. A case study is analyzed and compared to the most important delay causes in the paper. The test results reveal good correlation of causes and groups between contractors and site/design engineers and between consultants and site design engineers and a somewhat low correlation between contractors and consultants. So there are no root causes that can be taking for granted to be most or least effective delay causes. Proposed model for predicting actual road construction project duration was developed; a real case study tested the accuracy of proposed model. According to the analysis of case study, the most contributing causes and groups to delays were discussed, and some future recommendations were proposed in order to control and minimize delays in road construction projects. These findings can be helpful for project managers to mitigate the road construction delays in Egypt. In order to effectively overcome the road construction delays in developing countries, suggestions are made for fundamental and large‐scale reforms in procurement systems and stakeholders’ management. Also, this paper is useful for both researchers and road construction parties and allows detailed and repeatable analysis of the progress of a road construction project in order to facilitate and achieve a competitive level of time, cost and quality for effective road construction projects. Remon Fayek AzizTime is one of the major considerations throughout project management life cycle and can be regarded as one of the most important parameters of a project and the driving force of project success. Time delay is a very frequent phenomenon and is almost associated with nearly all constructing projects. However, little effort has been made to curtail the phenomenon, this research work attempts to identify, investigate, and rank factors perceived to affect delays in the Egyptian construction projects with respect to their relative importance so as to proffer possible ways of coping with this phenomenon. To achieve this objective, researcher invited practitioners and experts, comprising a statistically representative sample to participate in a structured questionnaire survey. Brain storming was taken into consideration, through which a number of delay factors were identified in construction projects. Totally, ninety-nine 99 factors were short-listed to be made part of the questionnaire survey and were identified and categorized into nine 9 major categories. The survey was conducted with experts and representatives from private, public, and local general construction firms. The data were analyzed using Relative Importance Index RII, ranking and simple percentages. Ranking of factors and categories was demonstrated according to their importance level on delay, especially after 25/1/2011 Egyptian revolution. According to the case study results, the most contributing factors and categories those need attention to delays were discussed, and some recommendations were made in order to minimize and control delays in construction projects. Also, this paper can serve as a guide for all construction parties with effective management in construction projects to achieve a competitive level of quality and a time effective occurrence of a delay in the construction projects is common and significantly affects by enormous ways. This study investigates the typical causes of delay at different stages of construction and its effect in the Ethiopian construction projects. Using a questionnaire with 52 causes and 5 effects of delay, data were collected from 77 participants’ selected based on purposive sampling from the different contracting organizations. The methodologies used in this research are relative important index RII and correlation coefficient. Based on the comparison, the impact of delay is found as, construction stage, pre-construction stage, and post-construction stage sequentially. The analysis of the relation in construction process shows; the average/overall is highly related, construction stage is the second related, post-construction stage is the third related and pre-construction stage is far part of all stages. As far as, overall/average causes of delay are comparable to all stages. So from the overall, the influential causes of delay investigated are corruption, unavailability of utilities at site, inflation/price increases in materials, lack of quality materials, late design and design documents, slow delivery of materials, late in approving and receiving of complete project work, poor site management and performance, late release budget/funds, and ineffective project planning and scheduling successively as unique to the Ethiopian construction project. The critical effects of delay investigated are cost overruns, time overrun, termination of contract, arbitration, and litigation sequentially. Although, the research is conducted on the Ethiopian construction projects, but it can also apply to other countries and further SiahaanSugiyarto SugiyartoSunarmasto Sunarmastop>Tujuan dari tata letak fasilitas adalah mengembangkan sebuah sistem area yang efisien dan efektif dengan cara mendekatkan fasilitas-fasilitas yang dilalui pekerja. Pendekatan antar fasilitas yang dilalui pekerja ini agar kehilangan jam kerja karna jarak perjalanan dapat dikurangi. Metode yang digunakan ialah Multi Objectives Function, yaitu analisis terhadap lebih dari satu fungsi objektif, pada hal ini adalah traveling distance dan safety index. Perhitungan traveling distance yang telah dilakukan menunjukkan bahwa nilai minimum TD terjadi pada skenario 2 dengan nilai sebesar 11168,1383 m, atau mengalami penurunan sebesar 27% dari kondisi awal. Perubahan dari tata letak fasilitas pada penelitian ini tidak menunjukkan penurunan nilai safety index secara signifikan, dengan ini disimpulkan bahwa skenario 2 merupakan saran dari peneliti sebagai kondisi optimal pada penelitian ini. faktor cuaca dan iklim turut menentukan pada pekerjaan konstruksi karena